Rabu, 27 Oktober 2010

Harga Komoditas Berpotensi Naik

text TEXT SIZE :  
Ilustrasi
SINGAPURA - Badan Energi Internasional (IEA) menilai harga komoditas akan naik jika Bank Sentral Amerika Serikat (Fed) mengeluarkan kebijakan moneter mudah tahap kedua (second round of quantitative easing/QE2).

"QE2 menjadikan pasar diguyur oleh dana tunai. Investor akan mengalihkan dana tunai murah ini ke komoditas. Ini memicu kenaikan harga bahan baku dan mendongkrak inflasi,” kata Analis Senior Permintaan Minyak IEA Eduardo Lopez.

Pekan depan Fed diprediksi mengumumkan kebijakan QE2 untuk mendongkrak perekonomian. Pengumuman QE2 akan dilakukan dalam pertemuan Dewan Gubernur Fed pada 2–3 November mendatang. QE2 diprediksi berisi program pembelian obligasi Pemerintah AS beberapa miliar dolar AS. Program ini bertujuan mengguyur perekonomian AS dengan uang segar.

Namun, soal besaran dan kecepatan pembelian obligasi Pemerintah AS masih belum pasti. Lopez menjelaskan, dampak QE2 tetap belum jelas karena belum dimulai.Tapi, program ini jelas akan memicu inflasi harga komoditas dalam arti nominal. “Ini bisa mendongkrak inflasi dan berpeluang mengganggu pemulihan,” papar dia.

Pelemahan dolar AS telah membuat kenaikan harga komoditas dan minyak dalam beberapa bulan terakhir. Pergerakan harga komoditas secara umum bergerak berlawanan dengan dolar AS.Nilai tukar dolar AS yang kuat akan menekan daya beli pemegang mata uang lainnya.

Sementara, lemahnya dolar AS membuat impor minyak, emas, dan tembaga menjadi lebih murah. Pasar keuangan tetap khawatir mata uang Paman Sam turun terlalu besar terkait rencana Fed mengeluarkan QE2. Bank Sentral AS telah menurunkan suku bunga mendekati nol dan membeli instrumen terkait hipotek senilai USD1,7 triliun (1,07 triliun pound) dan obligasi Pemerintah AS untuk menurunkan biaya pinjaman.

“Keuntungan daya saing utama yang dimiliki Amerika adalah produksi dolar dan mereka akan membanjiri pasar dengan dolar. Rakyat akan mengeluhkan hal itu karena akan menciptakan inflasi. Ketidakseimbangan yang terjadi di pasar akan memburuk,” ujar Lopez.

Lopez juga mengemukakan pandangan berbeda tentang outlook pasar minyak global tahun depan. ”Ada pandangan berbeda pada apakah pasar akan ketat tahun depan. Bagi kami, itu tidak akan terjadi tapi beberapa bank yakin itu akan terjadi (ketat),”ujar dia.

“Berdasarkan profil suplai permintaan milik kami,tidak akan ketat, tapi mungkin (ketat) terjadi pada semester II-2011,” tambah dia.

Lopez berpendapat, IEA yang memberikan nasihat kebijakan energi kepada negara-negara industri utama memprediksi surplus kapasitas kilang global akan naik. Sebab, penambahan kapasitas akan melebihi pertumbuhan permintaan selama 20122015. Utilitas kilang global turun rata-rata menjadi 78 persen pada 2015.

Angka ini lebih rendah dari posisi 2008 di mana utilitas kilang global berada pada angka 84 persen. Sementara itu, pertumbuhan permintaan minyak dunia akan sangat condong pada destilasi tingkat menengah, yaitu minyak disel dan avtur untuk pesawat jet.Kedua jenis bahan bakar ini akan menyumbang pertumbuhan sebesar 62 persen pada 2015.

“Ini akan berdampak pada penyempitan yang cukup signifikan pada kilang,” ungkap Lopez.

Lopez memaparkan, jika permintaan hasil destilasi tingkat menengah sangat ketat maka akan berdampak kepada pasar minyak mentah. Tapi, Lopez tidak bisa mengatakan seberapa parah dampaknya.“ Di lain sisi,nafta dan premium akan kelebihan pasokan karena permintaan diprediksi tetap lemah,”jelas dia.

Perusahaan AS Pegang USD1 Triliun

Di New York, Moody’s Investors Service menyatakan bahwa perusahaan- perusahaan di AS saat ini memegang dana tunai sebesar USD1 triliun. Dana ini terus ditahan, tidak dibelanjakan untuk ekspansi bisnis dan menambah tenaga kerja. Sebab, perusahaan masih khawatir atas kekuatan ekonomi AS.

“Perusahaan lebih suka menggunakan dana ini untuk buyback saham atau aksi merger dan akuisisi (M&A),”kata Moody’s.

Aksi lain, perusahaan berlomba- lomba menurunkan biaya, investasi di pabrik dan peralatan, serta operasional dengan tujuan mendulang dana tunai selama resesi. Saat pasar obligasi dibuka kembali, perusahaan-perusahaan meningkatkan penggalangan dana melalui penerbitan obligasi untuk membiayai utang jangka pendek yang jatuh tempo.

Perusahaan nonkeuangan di AS memegang dana tunai USD943 miliar dan investasi jangka pendek. Pada 2008 total dana tunai hanya USD775 miliar. “Ini cukup untuk membiayai belanja modal dan dividen, mereka masih memiliki sisa USD121 miliar,” papar Moody’s.

Meski begitu, Moody’s yakin perusahaan akan mencari kepastian ekonomi dan sinyal peningkatan penjualan yang permanen sebelum menginvestasikan dana tunainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar